Moai di Era Serba Cepat: Menghidupkan Empati di Tengah Teknologi


Penulis: Havna (Master's Student Universiti Utara Malaysia & UIN Ar-Raniry Aceh)

Kita hidup di zaman yang serba canggih. Rumah menjadi pintar, pekerjaan dipercepat dengan teknologi, dan percakapan sosial sering berpindah ke layar. Namun, ada satu hal yang tidak bisa digantikan teknologi yaitu kecekatakan manusia yang bertumpu pada empati. 

Kecetakan ini bukan sekadar keterampilan motoric atau intelektual, melainkan sensitivitas untuk merasakan, merespons, dan merajut keadilan. Di sinilah gagasan “Moai” yang popular lewat buku ikigai karya Héctor García dan Frances Miralles relevan bagi kita. 

Moai adalah kelompok informal yang anggotanya saling menjaga kepentingan berbagi beban, dan menumbuhkan satu sama lain. Moai bukan sekte eksklusif melainkan jejaring dukungan yang cair, bagi Indonesia dengan warisan gotong royong, arisan, posyandu, dan komunitas lainnya Moai sebenarnya bukan barang asing, kita telah memilikinya dalam bentuk lokal yang perlu dilakukan adalah memodernkan semangat agar tahan uji di era digital. 

Mengapa Moai penting?

Karena teknologi canggih memudahkan, tetapi juga menyisakan ruang-ruang dingin seperti kesepian, misinformasi, dan polarisasi. Ketika satu anggota tertimpa musibah yang lain bergerak menggalang dukungan, saat ada peluang belajar  kelompok membuka akses dan mentor, ketika muncul konflik, percakapan dilakukan dengan tatap muka, bukan saling serang di kolom komentar. 

Penerapan Moai bisa dimulai dari tiga langkah sederhana. Pertama,”Pemetaan kedekatan” bentuk lingkar kecil lima sampai sepuluh orang di RT, kampus, kantor, atau komunitas daring yang berbagai nilai serupa. Kedua ‘Ritual Konsistensi” jadwalkan pertemuan rutin baik itu mingguan, atau bulanan untuk berbagai kabar, kebutuhan, dan target personal. Ketiga “Komitmen saling jaga” tetapkan aturan ringan, misalnya dana darurat bersama, jadwal belajar, atau giliran membantu usaha anggota. Prinsipnya, kecil dulu, berkelanjutan, lalu tumbuh organic. 

Di ranah sosial yang lebih luas, Moai dapat menjadi strategi pengendalian masalah bersama. Isu stunting, literasi finansial, hingga kesehatan mental sering mandek karena intervensi bersifat top down. Moai mengaktifkan aruh bawah pengetahuan warga, jejaring kepercayaan, dan tindakan cepat. Pemerintah dan lembaga bisa memfasilitasi pelatihan Moai, menyediakan ruang komunal, serta platform digital yang memudahkan koordinasi tanpa menghilangkan sentuhan manusiawi. 

Sebagian orang berargumen kecerdasan buatan akan segera menandingi empati melalui simulasi emosi. Namun, simulasi bukan relasi. Algoritma mampu mengenali pola kesedihan, tetapi hanya manusia yang dapat memikul sebagian beban, datang membawa makanan, atau menahan diri untuk mendengar lama. Itulah mengapa Moai perlu dirawat berdampingan dengan inovasi. Gunakan aplikasi untuk mengatur jadwal, mengukur kontribusi, atau menyebarkan informasi tetapi simpan inti relasi pada perjumpaan nyata, dialog jujur, dan tindakan saling dukung. 

Jika setiap lingkungan membangun satu Moai aktif saja, kita akan memiliki jutaan simpul kepedulian siap bertindak. Bayangkan banjir yang tertangani lebih cepat, pemuda yang tersambung pada mentor, dan keluarga yang tidak dibiarkan sendirian saat krisis. Dari lingkar kecil konsisten lahir daya tahan sosiall. Bersama, kita bukan hanya lebih kuat kita juga lebih bermakna. 

Pada akhirnya, Moai adalah ajakan sederhana untuk kembali memanusiakan hubungan di tengah percepatan teknologi. Mulailah dari diri menyapa tetangga, membuka ruang dengar tanpa menghakimi, mengalokasikan waktu sedikit dana untuk saling jaga. Dokumentasikan progres kecil agar semangat tidak padam, dan rayakan capaian bersama, betapapun sederhana, dengan langkah- langkah konsisten itu, empati berubah menjadi budaya, solidaritas menjadi kebiasaan, dan tantangan sosial tidak lagi terasa menakutkan karena kita menghadapinya sebagai komunitas, bukan sebagai individu yang tersebar dan lelah. 

Gimana, setelah membaca artikel ini? 

Komentar, yuk. Kita diskusi di kolom komentar...

Mau kenalan dengan Kak Havna? Boleh banget, ini tautan instagramnya, ya. Silakan di followhttps://www.instagram.com/safna06 

Oh iya, kalau kamu suka menulis juga, bisa banget loh kirim tulisan kamu ke email nurwartamedia@gmail.com, Nanti akan mimin bantu koreksi dan publikai. Gratissss!


Posting Komentar

0 Komentar

INASIS BSN Universiti Utara Malaysia Adakan Sawadikap Walailak: Student Empowerment